Kamis, 18 Desember 2008

Belajar Mencintai Seseorang Yang Tidak Sempurna Dengan Cara Sempurna

Ketika kita bertemu orang yang tepat untuk dicintai, ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, itulah kesempatan.

Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, itu bukan pilihan, itulah kesempatan.

Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, itupun adalah kesempatan.

Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, malah dengan segala kekurangannya, itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.

Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi, itu adalah pilihan.

Malah ketika kita menyedari bahawa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu dan tetap memilih untuk mencintainya, itulah pilihan.

Perasaan cinta, simpati, tertarik, datang bagai kesempatan pada kita.
Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan.
Pilihan yang kita lakukan.

Berbicara tentang pasangan jiwa, ada suatu petikan dari film yang mungkin sangat tepat : “Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil”

Pasangan jiwa bisa benar-benar ada.
Malah sangat mungkin ada seseorang yang diciptakan hanya untukmu.
Tetapi tetap kembali padamu.

Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak…

Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita adalah pilihan yang harus kita lakukan.

Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai tetapi untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.

Kedamaian Hati Adalah Kedamaian Sejati


Seorang raja mengadakan sayembara dan akan memberi hadiah yang melimpah kepada sesiapa sahaja yang mampu melukis tentang kedamaian. Ada banyak seniman dan pelukis berusaha keras untuk memenangi pertandingan tersebut.

Sang raja berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar disukainya. Tapi sang raja harus memilih satu di antara kedua-duanya.

Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang. Permukaan telaga bagaikan cermin sempurna yang memantulkan kedamaian gunung ganang yang tenang menjulang di sekitarnya. Di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak-arak. Semua yang memandang lukisan tersebut akan berpendapat bahawa itulah lukisan terbaik mengenai kedamaian.

Lukisan kedua juga menggambarkan tentang kawasan pergunungan. Namun tampak kasar dan gondol. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai dan petir sabung menyabung. Di sisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih, sama sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian.

Tapi ada sesuatu yang menarik perhatian raja. Di balik air terjun itu tumbuh semak-semak kecil di atas sela-sela batu. Di dalam semak-semak itu seekor ibu pipit meletakkan sarangnya. Jadi, di tengah-tengah riuh-rendahnya air terjun, seekor ibu pipit sedang mengerami telurnya dengan damai. Benar-benar damai.

Kalau saudara pembaca, lukisan manakah yang rasa-rasanya memenangi pertandingan itu? Bagi Sang Raja, baginda memilih lukisan kedua. Tahukah anda mengapa? Kerana jawab Sang Raja, “Kedamaian bukan bererti anda harus berada di tempat yang tanpa kekacauan, kesukaran atau pekerjaan yang teruk atau sibuk. Kedamaian adalah hati yang tenang dan damai, meskipun anda berada di tengah huru-hara luar biasa.”

Moral: Kedamaian hati adalah kedamaian sejati.

LELAKI SEJATI

Aku bertanya pada ibuku, “Bagaimanakah lelaki sejati ?

Ibuku menjawab,

Nak…

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang di sekitarnya…

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran…

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa…

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia di hormati ditempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati didalam rumah…

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan…

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, tetapi dari hati yang ada dibalik itu…

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yang memuja, tetapi komitmennya terhadap wanita yang dicintainya…

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah tanggungjawab
yang dibebankan, tetapi dari tabahnya dia menghadapi
liku-liku kehidupan…

Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari rajinnya membaca kitab suci, tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca…

MANGKUK YANG TAK BERALAS

Seorang raja bersama pengiringnya keluar dari istananya untuk menikmati udara pagi. Di keramaian, ia berjumpa dengan seorang pengemis. Sang raja menyapa pengemis ini:

Apa yang engkau inginkan dari dariku?

Si pengemis itu tersenyum dan berkata:
Tuanku bertanya, seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan hamba.

Sang raja terkejut, ia merasa pelik:
Tentu saja aku dapat memenuhi permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah!

Maka menjawablah sang pengemis:
Berfikirlah dua kali, wahai tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa. Rupanya sang pengemis bukanlah sembarang pengemis. Namun raja tidak merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja, kerana mendapat nasihat dari seorang pengemis.

Sudah aku katakan, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku adalah raja yang paling berkuasa dan kaya-raya.

Dengan penuh kejujuran dan kesederhanaan si pengemis itu menghulurkan mangkuk penadah sedekah:

Tuanku isilah apa yang tuanku hendak bagi kepada hamba di dalam mangkuk ini,

Bukan main! Raja menjadi geram mendengar kata-kata pengemis dihadapannya. Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas! Kemudian bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang di bawanya ke dalam mangkuk sedekah sang pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah.

Tidak mahu malu di hadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajaan: emas, intan berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang.

Dengan perasaan tak menentu, sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis bukan pengemis biasa, lalu ia bertanya :

Sebelum berlalu dari tempat ini, dapatkah tuan menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah ini?

Pengemis itu menjawab sambil tersenyum:

Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Ada kegembiraan, keinginan memuncak di hati, pengalaman yang mengasyikkan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, seolah tidak ada lagi Artinya bagimu. Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang masuk dalam mangkuk yang tak beralas itu. Kegembiraan, keinginan, dan pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan. Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru. Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa kekurangan. Anak cucumu kelak mengatakan : “power tends to corrupt” (kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak).

Raja itu bertanya lagi :

Adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?

Tentu ada, yaitu rasa syukur kepada Allah SWT. Jika engkau pandai bersyukur, Allah akan menambah nikmat padamu ,Ucap sang pengemis itu, sambil ia berjalan kemudian menghilang dari mata khalayak.

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Se- sungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (14:7)